Abstrak
Negara Indonesia
merupakan neraga yang menganut paham demokrasi, untuk merealisasikan bentuk
praktek demokrasi di masyarakat Indonesia terutama di untuk peserta didik, baik
di kalangan apapun, dalam usia berapapun dan perbedaan jender. Hal tersebut menjadi keharusan seorang
pendidik dan peran lembaga sekolah untuk memberikan pengetahuan dan wawasan
tentang demokrasi di Idonesia, yang selanjutnya akan dipraktekkan langsung oleh
peserta didik, baik dalam proses belajar mengajar di sekolah maupun dalam interaksi dengan masyarakat. Dengan
menerapkan sikap serta cara fikir peserta didik dalam melakukan tindak-tanduk yang menilai sama hak dan
kewajiban dirinya dengan orang lain.
Dalam dunia pendidikan
di Indonesia, etika seorang peserta didik telah meredup terutama dalam hal
penerapan sikap demokrasi di kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Bukan hanya peserta didik kalangan mahasiswa melainkan juga kalangan dari
tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah atas. Pendidikan etika
akhir-akhir ini terpinggirkan dari seorang pendidik, yang hanya mengejar
kelulusan tinggi pada setiap ujian nasional.
Pendidikan etika
demokrasi sangat penting diajarkan dalam dunia pendidikan oleh pendidik kepada
peserta didik dan sejak sedini mungkin harus diperkenalka nilai-nilai dalam
demokrasi kepada para peserta didik. Pendidikan etika demokrasi baik
dicontohkan karena negara Indonesia sendiri menganut paham demokrasi yang
berlandaskan pancasila. Supaya peserta didik dapat berinteraksi dengan
masyarakat walau berbeda ras, agama, suku, kenyakinan dan lain-lain dengan
memiliki tujuan yang sama.
Konsep rancangan
pendidikan etika untuk peserta didik yang akan pendidik didik adalah menerapkan
konsep pendidikan etika demokratisi. Pendidikan etika demokratsi adalah sebuah
pendidikan yang mengutamakan karakter dan etika seorang peserta didik untuk
menghadapi tantangan globalisasi dan dilakukan secara hubungan demokratis.
Yaitu hubungan yang timbal balik dan saling mempengaruhi antara berbagai sub
sistem dalam sebuah sistem pendidikan etika. Dimana adanya ruang keterbukaan
antara pendidik dengan peserta didik untuk mengungkapkan pendapat mereka
mengenai cara maupun sistem pembelajaran pendidikan etika demokrai, selain itu
juga dapat memberi masukan antara pendidik kepada peserta didik maupun
sebaliknya untuk mempererat hubungan antara pendidik dan peserta didik dalam
proses pembelajaran etika demokrasi.
Pendidikan etika sangat
penting untuk diterapkan seorang pendidik dalam proses belajar mengajar untuk
mengembangkan karakter peserta didik. Mengingat peserta didik jaman sekarang
banyak yang mengalami krisis etika, hal itu dalah Pe Er dan tugas baru bagi
pendidik sekarang dan calon pendidik di masa mendatang. Dengan adanya rancangan
pendidikan etika demokrasi dari seorang pendidik kepada pendidik, diharapkan
dapat mengembalikan nilai-nilai demokrasi Indonesia yang semakin memudar bahkan
menghilang dari kehidupan peserta didik.
BAB
I
PENDAHULUAN
Dalam dunia pendidikan
di Indonesia, etika seorang peserta didik telah meredup terutama dalam hal
penerapan sikap demokrasi di kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Bukan hanya peserta didik kalangan mahasiswa melainkan kalangan dari tingkat
sekolah dasar sampai sekolah menengah atas. Pendidikan etika demokrasi akhir-akhir
ini terpinggirkan dari seorang pendidik, yang hanya mengejar kelulusan tinggi
pada setiap ujian nasional.
Era globalisasi
atmosfer kehidupan ini terdapat berbagi macam generasi disetiap jaman nya. Pendidikan
etika demokrasi merupakan salah satu pendidikan yang harus diterapkan oleh
pendidik kepada peserta didik dalam setiap generasi, terumatam etika dalam berdemokrasi. Pendidikan etika
harus menyesuaikan dengan siapa yang akan di didik oleh pendidik. Dalam teori
generasi, terdapat berbagai macam generasi yang salah satunya adalah generasi
alpha dan generasi emas di tahun 2045. Generasi tersebut juga dikatakan sebagai
generasi internet karena setiap anak yang lahir akan mengetahui dan cepat
menguasai sebuah teknologi.
Generasi ini adalah
generasi terpintar sepanjang masa, dengan segala kemudahan akses teknologi. Sering sekali generasi ini pandai dalam hal tertentu tetapi tidak memiliki etika yang
baik kepada orang lain, salah satu nya nilai-nilai yang terdapat dalam
demokrasi. Mereka kurang memiliki semangat sosial antar manusia dan kurang
dalam hal kreatifitas. Karena berpedoman hanya pada gajet dan memudahkan segala
hal dengan menggunakan sebuah gajed.
Maka dari itu, untuk
membentuk generasi yang lebih dari generasi sebelumya perlu adanya sebuah
pendidikan, tidak hanya pendidikan formal saja melainkan harus ada
pendidikan-pendidikan karakter lain untuk membuat sistem pendidikan yang baik
diterapkan pada masanya. Salah satu pendidikan-pendidikan karakter yang dapat
pendidik berikan kepada peserta didik adalah pendidikan etika demokrasi,
pendidikan yang dapat mendidik anak-anak
supaya tidak antisosial dan kurang kreatif dalam bersikap demokrasi. Yaitu
etika dalam berdemokrasi, sangat disayangkan apabila generasi terpintar sepanjang
masa tidak memilki etika dalam berdemokrasi yang baik bahkan krisis etika. Sebagai
pendidik generasi alpha serta generasi emas dan calon-calon pendidik nantinya
harus mempunyai konsep mendidik generasi ini dengan konsep pendidikan etika
yang tepat diterapkan pada generasi ini, salah satunya merancang pendidikan
etika demokrasi dari sedini mungkin.
Negara Indonesia
merupakan neraga yang menganut paham demokrasi, untuk merealisasikan bentuk
praktek demokrasi di masyarakat Indonesia terutama di kalangan peserta didik,
dalam usia berapapun dan jender. Hal
tersebut menjadi keharusan seorang pendidik dan peran lembaga sekolah untuk memberikan
pengetahuan dan wawasan tentang demokrasi di Idonesia, yang selanjutnya akan
dipraktekkan langsung oleh peserta didik, baik dalam proses belajar mengajar di
sekolah maupun dalam interaksi dengan
masyarakat. Dengan menerapkan sikap serta cara fikir peserta didik dalam
melakukan tindak-tanduk yang menilai
sama hak dan kewajiban dirinya dengan orang lain, maka dapat mengembalikan
nilai-nilai demokrasi yang pudar bahkan menghilang dari kalangan para peserta
didik.
BAB
II
PEMBAHASAN
Pendidikan etika
demokrasi sangat penting diajarkan dalam dunia pendidikan oleh pendidik kepada
peserta didik dan sejak sedini mungkin harus diperkenalka nilai-nilai dalam
demokrasi kepada para peserta didik. Pendidikan etika demokrasi baik
dicontohkan karena negara Indonesia sendiri menganut paham demokrasi yang
berlandaskan pancasila. Supaya peserta didik dapat berinteraksi dengan
masyarakat walau berbeda ras, agama, suku, kenyakinan dan lain-lain dengan
memiliki tujuan yang sama.
Kata etika berasal dari
bahasa Yunani Kuno, yang dalam bentuk tunggal adalah ethos yang mempunyai
banyak arti, yaitu tempat tinggal yang biasa, adat, akhlak, watak, perasaan,
sikap, cara berfikir. Etika dimaknai sebagai ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan
prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan
mana yang benar dan mana yang salah.
Pendidikan etika
demokrasi tersebut harus diterapkan mengingat karakter peserta didik yang
segala sesuatu hal nya selalu menggunakan kecanggihan alat teknologi informasi
dan komunikasi serta memudarkan jiwa-jiwa demokrasi pada peserta didik. Peserta
didik cenderung pasif dan tidak mau ikut campur terhadap hal-hal yang
memerlukan hubungan sosialisasi langsung seperti demokrasi. Paham demokrasi
yang telah ada sejak dulu di Indonesia jangan sampai pudar bahkan hilang dari
kehidupan para peserta didik jaman sekarang dan masa depan.
Apalagi terdapat
berbagai permasalahan pemuda Indonesia hanya persoalan sederhana mengenai
pendemokrasian. Hal tersebut dapat melunturkan rasa kebersamaan antar sesama
dan mencirikan Indonesia yang goyah akibat perkembangan jaman dan alat
komunikasi yang semakin canggih tanpa diimbangani dengan nilai-nilai dan
sikap-sikap di dalam demokrasi.
Menurut data dari
yayasan The 2016 Kids Count Data Book, remaja sekarang memiliki kondisi yang
lebih stabil meskipun pada nyatanya negara tempat mereka tinggal sedang
mengalami krisis. Penelitian yang berlangsung pada tahun 2008 sampai 2014 ini
juga menunjukkan mereka yang lahir setelah 1995 jauh lebih baik dalam bidang
kesejahteraan, ekonomi, pendidikan, kesehatan, keluarga dan masyarakat namun
memiliki kekurangan dalam hubungan sosial.
Berdasarkan
keterangan WHO, remaja
adalah orang yang berada pada rentang usia 10-19 tahun. Pada rentang usia
tersebut, remaja biasanya tengah mencari jati diri. Menurut pakar informasi
teknologi (IT), Nukman Luthfie, generasi millennial ini lahir ketika internet
sudah mulai mewabah. Hal ini membuat generasi tersebut disebut-sebut sebagai
generasi digital. Jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya, remaja
millennial ini memiliki hidup yang sangat digital.
Memang, pada
kenyataannya saat ini sudah banyak remaja yang kreatif membuat konten sosial
medianya menjadi menarik. Entah itu tutorial merias wajah, memasak, membuat
prakarya, menampilkan hasil fotografi, atau memamerkan lagu terbaru. Seluruh
konten yang diunggah ke sosial media tersebut, kata Nukman, sama dengan artinya
menyebarkan karya ke ruang publik. Makanya ada hal yang enggak boleh dilanggar,
yaitu etikasosial.
Jika etika tersebut
dilanggar, maka konsekuensi pun harus diterima, seperti dicaci dan dikucilkan.
Hal lain yang tak boleh dilanggar adalah hukum.
Bermain sosial media juga harus paham hukum-hukum, seperti undang-undang pornografi dan ITE. Bagi Generasi Z, pendidikan dan gelar akademik merupakan hal penting. Banyak lulusan perguruan tinggi mendapat pekerjaan pada posisi menengah (middle income position). Penelitian ini pun juga menyimpulkan bahwa pendapatan mereka rata-rata US$ 10,66 per jam atau sekitar Rp 143.164 per jam. Jika dikalkulasikan selama delapan jam sehari dengan waktu libur dua hari sepekan, penghasilan mereka bisa mencapai rata-rata Rp 25 juta sebulan.
Bermain sosial media juga harus paham hukum-hukum, seperti undang-undang pornografi dan ITE. Bagi Generasi Z, pendidikan dan gelar akademik merupakan hal penting. Banyak lulusan perguruan tinggi mendapat pekerjaan pada posisi menengah (middle income position). Penelitian ini pun juga menyimpulkan bahwa pendapatan mereka rata-rata US$ 10,66 per jam atau sekitar Rp 143.164 per jam. Jika dikalkulasikan selama delapan jam sehari dengan waktu libur dua hari sepekan, penghasilan mereka bisa mencapai rata-rata Rp 25 juta sebulan.
Hal tersebut sangatlah
wajar, mengingat generasi ini lebih ramah terhadap teknologi, di mana mereka
lahir dan besar di saat semua benda mengalami digitalisasi. Perkembangan
informasi, cepat mendapatkan berita, bahkan media sosial adalah kebiasaan
sehari-hari yang tak bisa dipisahkan. Dengan tingkat akses yang lebih cepat dan
mudah membuat generasi ini lebih lincah dan cepat, meski terkesan pragmatis.
Generasi Alpha dan emas
adalah generasi digital. Mereka lahir dan tumbuh usai krisis global terjadi, di
mana pertumbuhan ekonomi sedang cepat dan lahirnya berbagai teknologi baru yang
jauh lebih cepat. Dengan hampir semua hal yang telah ada, secara tak langsung
membuat mereka menjadi lebih mudah dan sadar untuk merefleksikan diri untuk
menjadi apa di masa depan.
Pendidikan menyongsong tahun 2045 fokus seharusnya
membangun karakter Generasi Emas 2045 agar memiliki sikap positif, polapikir
esensial, komitmen normative dan kompetensi abilitas dalam berdemokrasi.
Ironisnya, pendidikan di Indonesia sungguh-sungguh masih jauh dari arah
pembentukan karakter seperti itu. Bahkan boleh jadi belum ada konsep yang benar
dan dipahami bersama. Fenomena yang ada ialah ketika pendidikan karakter
disosialisasikan, semua pihak memang menyambut dengan antusias, namun masih
banyak penafsiran beragam tentang sosok keilmuan karakter yang diharapkan itu.
Banyak diskusi tentang karakter, namun pemahaman esensi masih belum dipahami.
Pemahaman konsep dan strategi pengembangan karakter
seharusnya dilihat dari filosofi ideografis dan nomotetis. Filosofi ideografis
merujuk kepada kemampaun individual, sedang filosofi nomotetis merujuk pada
internalisasi nilai-nilai filsafat pendidikan Indonesia yakni Pancasila. Selama
ini pendidikan di Indonesia fokus pada filosofi ideografis, sementara filosofi
nonemottis hampir terabaikan. Akibatnya kehidupan berbangsa semakin rapuh,
karena tujuan utama mereka adalah hanya untuk memperkaya diri sendiri. Ketika
sedang menduduki posisi di pemerintahan yang dipikirkan adalah untuk memperkaya
diri sendiri. Kehilangan filosofi nomotetis dari kehidupan berbangsa merusak
pembangunan karakter Pancasila. Nilai Pancasila adalah acuan konsep,
implementasi serta tujuan yang harus dicapai dalam kehidupan berbangsa.
Pendidikan di Indonesia belum berhasil menghasilakan sumber daya manusia untuk
siap mengabdi bahkan berkorban membangun bangsa yang besar, maju, jaya dan
bermartabat.
Orientasi pendidikan bermutu di Indonesia diukur
dari keberhasilan membangun dirinya sendiri, keluarganya atau kelompoknya. Keberhasilan
secara individual atau kelompok tidak otomatis menjadi keberhasilan bangsa.
Pendidikan harus mampu membangun karakter bahwa kepentingan bangsa lebih utama dibandingkan
dengan kepentingan pribadi atau kelompok. Pembiaran ideografis menjadi determinan
dalam pendidikan berpeluang menjadi ancaman bagi eksistensi NKRI.
Pembangunan karakter membutuhkan konsistensi,
menyeluruh dan dalam waktu relatif lama. Berbagai kebijakan dan implementasi,
baik oleh pemerintah di pusat, di daerah sampai di satuan pendidikan sungguh
sangat jauh dari upaya pembentukan karakter yang diharapkan. Kebijakan, implementasi
dan evaluasi mestinya tetap mengacu pada output karakter yang diharapkan. Artinya,
kebijakan berkarakter, implementasi berkarakter dan evaluasi juga harus berkarakter.
Pengerdilan konsep pendidikan karakter dalam kebijakan dan implementasi
merupakan ancaman bagi eksistensi NKRI.
Karakter
merupakan pendukung utama dalam pembangunan bangsa, kata
Bung Karno. Beliau (Soedarsono,
2009:46)
mengatakan: “Bangsa ini harus
dibangun
dengan mendahulukan pembangunan
karakter
(character
building). Karena character
building
inilah yang akan membuat Indonesia
menjadi bangsa yang besar, maju dan
jaya serta bermartabat. Kalau character
building
tidak dilakukan, maka bangsa
Indonesia akan menjadi
bangsa kuli”. Dalam perspektif
filosofis dikatakan bahwa education
without
character, this is sins the basis for misery in the world,
The essence of education is to recognize truth. Let your secular
education
go hand in hand with spiritual education (Sathya, 2002:83)
Pendidikan
karakter dapat dilakukan dengan
dua pendekatan yakni pendekatan praktis
dan pendekatan esensial. Pendekatan praktis melatihkan sifat-sifat yang diharapkan
menjadi perilaku peserta didik.
Pendekatan esensi menyiapkan
kepribadian sebagai rumahnya
karakter. Kemendikbud membuat
desain pendidikan karakter dengan
membuat daftar sifat-sifat yang harus diimplementasikan kepada peserta didik.
Ada delapan belas sifat untuk
pendidikan karakter dan
sembilan sifat pendidikan anti
korupsi.
Sukidi
(2005:4) mengatakan bahwa fenomena krisis hidup (krisis karakter) tidak hanya
semata-mata krisis intelektual dan moral, namun sedikit lebih dalam ke jantung
persoalan bahwa krisis moral yang hampir merambah seluruh lini kehidupan kita,
sebenarnya berasal dan bermuara pada krisis spiritual. Artinya krisis karakter tidak
hanya sekedar kehilangan 18 sifat dan kehilangan 9 sifat seseorang menjadi koruptor.
Pendidikan karakter jauh lebih mendasar yakni memfungsikan kecerdasan nurani
(SQ). Karakter mewarnai seluruh perilaku.
Konsep rancangan pendidikan
etika untuk peserta didik yang akan pendidik didik adalah menerapkan konsep
pendidikan etika demokratis. Pendidikan etika demokratis adalah sebuah
pendidikan yang mengutamakan karakter dan etika seorang peserta didik untuk menghadapi
tantangan globalisasi dan dilakukan secara hubungan demokratis. Yaitu hubungan
yang timbal balik dan saling mempengaruhi antara berbagai sub sistem dalam
sebuah sistem pendidikan etika. Dimana adanya ruang keterbukaan antara pendidik
dengan peserta didik untuk mengungkapkan pendapat mereka mengenai cara maupun
sistem pembelajaran pendidikan etika, selain itu juga dapat memberi masukan
antara pendidik kepada peserta didik maupun sebaliknya untuk mempererat
hubungan antara pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajarn etika.
Proses internalisasi
etika dalam diri peserta didik tidak dapat dilakukan secara instan, namun
melalui proses sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohani peserta didik.
Proses internalisasi dimulai dengan pengenalan nilai-nilai di dalam keluarga
oleh orangtua maupun sanak family yang serumah.
Teori perkembangan
moral oleh Lawrence Kohlberg, menurutkan perkembangan moral menjadi tiga tahab
dan setiap tahap ada dua peringkat. Susunan peringkat itu adalah sebagai
berikut:
1.
Tahap Pertama (Prekonvensional)
Dalam tahab ini ada dua peringkat
yang dilalui, yaotu orientasi ketaatan dan saknsi. Orinetasi ketaatan terjadi
apabila peserta didik belajar melakukan perbuatan yang baik dan tidak lagi
melakukan perbuatan yang tidak baik. Sementara untuk sanksi sendiri
berorientasi pada asas dan instrumentasi, peserta didik belajar bahwa jika ia
melakukan perbuatan baik, berarti dia melakukan sesuatu yang dapat diterima
lingkungannya dan tidak akan mendapatkan hukuman
2.
Tahap Kedua (Peringkat Konvensional)
Nilai-nilai yang menjadi alasan
untuk berbuat baik diterima sebagia nilainya untuk memnuhi kehendak orangtua
serta lingkungannya. Dengan car itu ia dapat diterima di dalam kehidupan
bermasyarakat. Peserta didk menyadari bahwa ia berada dalm suatu lingkungan
sosial budaya masyarakat yang memiliki tat nilai, aturan serta adat yang
mengatur perilaku masyarakat, sekalipun di dalam kehidupan keluarganya ada
nila-nilai dan tata aturan tertentu yang hasrus ditaati. Pada tahab ini
peringkat yang dilaui adalah berorientasi pada interpersonal, dimana anak harus
dapat menempatkan diri dalam berperan interpersonal didasari pada nilai-nilai
dan tat aturan yangb ditetapkan di dalam lingkungan sosial bduaya tertentu
masyarakatnya.
3.
Tahab Ketiga (Post-Konvensional)
Pada tahap ini sesorang tidak lagi
hanya menerima dan melakukan, tetapi juga mencoba untuk mengkaji dan
mengkritisi dari sudut pandang tertentu yang ia kembangkan. Peringkat yang
berorientasi kontrak sosial dan peringkat berorientasi pada prinsip etika
universal ada kontral sosial yang tidak tertulis da nada yang tertulis yang
diminta oleh sekelompok warga.
Ada beberapa hal pokok
yang terdapat dalam pendidik etika demokratis yang harus diterapkan oleh pendidik
kepada peserta didik, yaitu:
1.
Membimbing dan memperbaiki sikap, etika,
dan moral demokrasi peserta didik.
2.
Mengembangkang skill peserta didik lewat
pelajaran akademik maupun pelajaran non akademik.
3.
Proses kegiatan belajar mengajar tidak
hanya di dalam kelas, melainkan bisa langsung terjun ke lapangan.
4.
Mengembangkan jiwa sosial peserta didik.
Hal pokok tersebut diambil dari kekurangan-kekurangan generasi
alpha dan emas yang akan dididik
nantinya. Membimbing etika peserta didik yang pertama adalah memberi
pengetahuan, kemudian lewat sebuah permainan interaktif baik di dalam ruangan
kelas maupun di luar ruangan kelas, baik individu maupun kelompok, peserta
didik harus dapat aktif dalam proses kegiatan permainan interaktif, yang di
dalamnya disertakan unsur-unsur kebersamaan, jiwa sosial, kerjasama, demokrasi
(mengungkapkan pendapat masing-masing) dan permainan interkatif tersebut selain
menggunakan media elektronik yang paling utama, juga menggunakan media non
elektronik seperti, membaca buku, berkomunikasi dengan orang, dll.
Pendidikan etika
demokratis tidak hanya mengedepankan kemampuan akademik, melainkan juga
kemampuan non akademik, seperti di bidang ekstrakulikuler sekolah, organisasi
sekolah, dll. Peserta didik harus mempunyai minimal 2 kegiatan di bidang non
akademik. Selain itu, penilaian tidak hanya berdasarkan hasil akademik tetapi
juga penilain sikap, moral dan etika peserta didik selama sekolah.
Pendidikan etika
demokratis ini juga melakukan kegiatan belajar mengajar di luar kelas, seperti
pendidik memberikan tugas kepada peserta didik untuk melakukan wawancara dengan
narasumber yang telah di tentukan oleh pendidik. Dengan kegiatan tersebut diharapakan
peserta didik dapat mengembangkan etika berbicara kepda orang lain dan memilki
jiwa sosial. Pendidik juga memberikan sebuah projek kepada peserta didik baik
individu maupun kelompok yang berisi tentang pendidikan etika yang melibatkan
kontak hubungan sosial dengan orang lain, baik menggunakan media masa, media
elektronik, maupun manual.
Konsep pendidikan ini
tetap menggunakan media elektronik karena hal tersebut adalah kelebihan
generasi alpha dan generasi emas dalam menggunakan media elektronik dan menggunakan
media-media yang lain yang belum pernah peserta didik gunakan. Konsep
pendidikan etika demokratis ini sangat baik diterapkan pada generasi yang
pandai dan unggul dalam penguasaan media elektronik yang memiliki kekurangan
dalam hal kreatifitas dan hubungan sosial.
Pendidikan etika
demokratis tidak hanya mengedepankan kemampuan akademik, melainkan juga
kemampuan non akademik. Peserta didik tidak dapat berkembang dan berlomba-lomba
dalam era globalisasi ini jika hanya mengandalkan kemampuan akademik, dalam
dunai kerja di lapangan banyak membutuhkan skill selain kemampuan akademik.
Pendidikan etika juga
dikedepannya mengingat generasi sekarang mengalami krisis etika dalam
berhubungan dengan orang lain. Dengan adanya pendidikan etika demokratis ini, masalah-masalah
tersebut dapat ditanggulangi dan diperbaiki, selain itu juga mendidik peserta
didik untuk siap terjun ke masyarakat dan dunia kerja nantinya. Pendidikan
etika demokratis ini memberikan kebebasan bagi peserta didik untuk berpendapat
mengani proses belajar apa yang merek inginkan dan sukai, tetapi tetap tidak
keluar dari konsep-konsep pendidikan etika demokrasi. Pendidikan ini juga
menyeimbangkan antara kegiatan akademik dan non akademik untuk perkembangan
peserta didik. Melaui permainan interaktif, outingclass, projek, dll.
Strategi
penerapan untuk pendidikan etika demokrasi sebagai berikut:
1.
Membimbing dan memperbaiki sikap, etika,
dan moral peserta didik.
Seorang pendidik tidak hanya murni
memberikan imu akademik, namun juga memeberikan nilai-nilaiyang penting untuk
perkembangan peserta didik, seperti : kedisiplinan, kepatuhan, kerjasama, dll.
2.
Mengembangkang skill peserta didik lewat
pelajaran akademik maupun pelajaran non akademik.
Sebagai seorang pendidik dalam
kegiatan belajar mengajar dapat memberikan tugas-tugas tambahan yang merangsang
kreatifitas peserta didik, baik tugas individu maupun tugas kelompok, seperti
memberikan tugas projek membuat sebuah benda hasil kreatifitas dari penggunaan
bahan bekas yang memilki nilai guna.
3.
Proses kegiatan belajar mengajar tidak
hanya di dalam kelas, melainkan bisa langsung terjun ke lapangan.
Pendidik memberikan materi dil luar
kelas (outing class) dengan materi apa yg sudah diberikan dan di praktekkan
dalam lapangan.
4.
Mengembangkan jiwa sosial peserta didik.
Peseta didik dilatih untuk dapat
bersosialisasi dengan lingkungannya, baik lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Rancangan pendidikan
etika demokrasi tersebut harus mempunyai indikator oleh pendidik dalam setiap penerapannya.
Memberitahu mengenai seluk beluk tentang demokrasi dan dampak-dampak beserta
aplikasi dalam kehidupan sehari-hari bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Dan, peserta didik juga dituntuk untuk melakukan interaksi dan aktif dalam
proses pendidikan yang diberikan oleh pendidiknya.
BAB
III
PENUTUP
Pendidikan etika sangat
penting untuk diterapkan seorang pendidik dalam proses belajar mengajar untuk
mengembangkan karakter peserta didik. Mengingat peserta didik jaman sekarang
banyak yang mengalami krisis etika, hal itu dalah Pe Er dan tugas baru bagi
pendidik sekarang dan calon pendidik di masa mendatang.
Menjadi seorang
pendidik harus mampu mempunyai karakter yang baik, yang mana akan menjadi
contoh dan teladan bagi peserta didik. Selain itu, pendidik juga memiliki tugas
untuk membina dan memperbaiki moral peserta didik.
Kita sebagai pendidik
maupun calon pendidik harus kreatif dan inovatif dalam mengembangakn konsep
pendidikan etika yang tepat diterapkan pada generasi yang ada. Salah satu
contohnya adalah Pendidikan Etika Demokratis.
Dengan
adanya rancangan pendidikan etika demokrasi dari seorang pendidik kepada
pendidik, diharapkan dapat mengembalikan nilai-nilai demokrasi Indonesia yang
semakin memudar bahkan menghilang dari kehidupan peserta didik. Karena adanya
pengaruh perkembangan era globalisasi terhadap kemudahan dan kecanggihan dalam
mengakses suatu hal melalui alat informasi dan komunikasi. Selain peran dari
seorang pendidik, harus ada peran dari lembaga pendidikan, pemerintah dan
masyarakat dalam rangka mendukung dan memudahkan proses pendidikan etika
demokrasi kepada peserta didik.
Pendidik,
pemerintah dan masyarakat harus bisa memberikan contoh etika demokrasi dengan
baik dan benar, sehingga dengan adanya dukungan dari lingkungan sekitar peserta
didik, peserta didik dapat mencontoh dan menyesuaikan dengan lingkungan, selain
itu juga akan menanamkan jiwa yang apila tidak sesuai dengan apa yang di
lingkungan masyarakat, hal tersebut adalah emnyimpang dan akan mendapatkan
sanksi sosial.
terimakasih infonya sangat bermanfaat,
BalasHapussalam kenal.
MOBA