BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Era
globalisasi atmosfer kehidupan ini terdapat berbagi macam generasi disetiap
jaman nya. Pendidikan etika merupakan salah satu pendidikan yang harus
diterapkan oleh pendidik kepada peserta didik dalam setiap generasi.Pendidikan
etika harus menyesuaikan dengan siapa yang akan di didik oleh pendidik. Dalam
teori generasi, terdapat berbagai macam generasi yang salah satunya adalah
generasi alpha. Generasi tersebut juga dikatakan sebagai generasi internet
karena setiap anak yang lahir akan mengetahui dan cepat menguasai sebuah
teknologi. Generasi ini adalah generasi terpintar sepanjang masa, dengan segala
kemudahan akses tekonologi. Sering sekali generasi ini pandai dalam hal
tertentu tetapi tidak memiliki etika yang baik kepada orang lain. Mereka kurang
memiliki semangat sosial antar manusia dan kurang dalam hal kreatifitas. Karena
berpedoman hanya pada gajet dan memudahkan segala hal dengan menggunakan sebuah
gajed.
Maka
dari itu, untuk membentuk generasi yang lebih dari generasi sebelumya perlu
adanya sebuah pendidikan, tidak hanya pendidikan formal saja melainkan harus
ada pendidikan-pendidikan karakter lain untuk membuat sistem pendidikan yang
baik diterapkan pada masanya. Salah satu pendidikan-pendidikan karakter yang
dapat pendidik berikan kepada peserta didik adalah pendidikan etika, pendidikan
yang dapat mendidik anak-anak supaya
tidak antisosial dan kurang kreatif. Sangat disayangkan apabila generasi
terpintar sepanjang masa tidak memilki etika yang baik bahkan krisis etika.
Saya sebagai pendidik generasi alpha dan calon-calon pendidik nantinya harus
mempunyai konsep mendidik generasi ini dengan konsep pendidikan etika yang
tepat diterapkan pada generasi ini.
1.2 Tujuan
1.
Pendidik dapat memberikan pendidikan
etika dengan cara dan konsep yang baik untuk peserta didik.
2.
Menerapkan pendidikan etika dengan tepat
untuk generasi alpha.
3.
Pendidik dapat mengembangkan karakter sosial dan kreatifitas seorang
peserta didik.
1.3 Manfaat
1.
Pendidik memiliki jiwa mendidik yang
baik.
2.
Mengembangkan karakter peserta didik
yang sosial dan kreatif.
3.
Memperbaiki etika pada peserta didik
yang krisis etika.
BAB II
GAGASAN
2.1
Analisis Situasi Saat Ini
Menurut data
dari yayasan The 2016 Kids Count Data Book, remaja sekarang memiliki kondisi
yang lebih stabil meskipun pada nyatanya negara tempat mereka tinggal sedang
mengalami krisis. Penelitian yang berlangsung pada tahun 2008 sampai 2014 ini
juga menunjukkan mereka yang lahir setelah 1995 jauh lebih baik dalam bidang
kesejahteraan, ekonomi, pendidikan, kesehatan, keluarga dan masyarakat.
Berdasarkan
keterangan WHO, remaja adalah orang yang berada pada rentang usia
10-19 tahun. Pada rentang usia tersebut, remaja biasanya tengah mencari jati
diri.
Pada 2016 ini, kelompok remaja diisi oleh para generasi millennial atau yang biasa disebut generasi Z, yaitu generasi yang lahir pada akhir 90-an hingga 2000-an.
Menurut pakar informasi teknologi (IT), Nukman Luthfie, generasi millennial ini lahir ketika internet sudah mulai mewabah. Hal ini membuat generasi Z disebut-sebut sebagai generasi digital. Jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya, yaitu generasi X dan generasi Y, remaja millennial ini memiliki hidup yang sangat digital.
Generasi lain (X dan Y), sumber informasinya dari televisi, ke-dua dari source engine, baru yang terakhir media sosial. Kalau generasi Z sebaliknya, dari media sosial, televisi, baru search engine. Generasi Z ini tidak baca koran, kurang baca majalah, kurang nonton televisi, generasi ini bisa dengan mudah mengadopsi tren yang ada di dunia, lantaran akses internet yang sangat mudah. Terlebih lagi setelah Facebook dan Twitter, media sosial seperti Instagram dan Snapchat kini kian digandrungi remaja.
Eksistensi remaja di dunia maya sendiri juga beragam.
Pada 2016 ini, kelompok remaja diisi oleh para generasi millennial atau yang biasa disebut generasi Z, yaitu generasi yang lahir pada akhir 90-an hingga 2000-an.
Menurut pakar informasi teknologi (IT), Nukman Luthfie, generasi millennial ini lahir ketika internet sudah mulai mewabah. Hal ini membuat generasi Z disebut-sebut sebagai generasi digital. Jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya, yaitu generasi X dan generasi Y, remaja millennial ini memiliki hidup yang sangat digital.
Generasi lain (X dan Y), sumber informasinya dari televisi, ke-dua dari source engine, baru yang terakhir media sosial. Kalau generasi Z sebaliknya, dari media sosial, televisi, baru search engine. Generasi Z ini tidak baca koran, kurang baca majalah, kurang nonton televisi, generasi ini bisa dengan mudah mengadopsi tren yang ada di dunia, lantaran akses internet yang sangat mudah. Terlebih lagi setelah Facebook dan Twitter, media sosial seperti Instagram dan Snapchat kini kian digandrungi remaja.
Eksistensi remaja di dunia maya sendiri juga beragam.
Memang, pada
kenyataannya saat ini sudah banyak remaja yang kreatif membuat konten sosial
medianya menjadi menarik. Entah itu tutorial merias wajah, memasak, membuat
prakarya, menampilkan hasil fotografi, atau memamerkan lagu terbaru.
Seluruh konten yang diunggah ke sosial media tersebut, kata Nukman, sama dengan artinya menyebarkan karya ke ruang publik. Makanya ada hal yang enggak boleh dilanggar, yaitu etikasosial.
Jika etika tersebut dilanggar, maka konsekuensi pun harus diterima, seperti dicaci dan dikucilkan. Hal lain yang tak boleh dilanggar adalah hukum.
Bermain sosial media juga harus paham hukum-hukum, seperti undang-undang pornografi dan ITE. Bagi Generasi Z, pendidikan dan gelar akademik merupakan hal penting. Banyak lulusan perguruan tinggi mendapat pekerjaan pada posisi menengah (middle income position). Penelitian ini pun juga menyimpulkan bahwa pendapatan mereka rata-rata US$ 10,66 per jam atau sekitar Rp 143.164 per jam. Jika dikalkulasikan selama delapan jam sehari dengan waktu libur dua hari sepekan, penghasilan mereka bisa mencapai rata-rata Rp 25 juta sebulan.
Seluruh konten yang diunggah ke sosial media tersebut, kata Nukman, sama dengan artinya menyebarkan karya ke ruang publik. Makanya ada hal yang enggak boleh dilanggar, yaitu etikasosial.
Jika etika tersebut dilanggar, maka konsekuensi pun harus diterima, seperti dicaci dan dikucilkan. Hal lain yang tak boleh dilanggar adalah hukum.
Bermain sosial media juga harus paham hukum-hukum, seperti undang-undang pornografi dan ITE. Bagi Generasi Z, pendidikan dan gelar akademik merupakan hal penting. Banyak lulusan perguruan tinggi mendapat pekerjaan pada posisi menengah (middle income position). Penelitian ini pun juga menyimpulkan bahwa pendapatan mereka rata-rata US$ 10,66 per jam atau sekitar Rp 143.164 per jam. Jika dikalkulasikan selama delapan jam sehari dengan waktu libur dua hari sepekan, penghasilan mereka bisa mencapai rata-rata Rp 25 juta sebulan.
Hal tersebut
sangatlah wajar, mengingat generasi ini lebih ramah terhadap teknologi, di mana
mereka lahir dan besar di saat semua benda mengalami digitalisasi. Perkembangan
informasi, cepat mendapatkan berita, bahkan media sosial adalah kebiasaan sehari-hari
yang tak bisa dipisahkan. Dengan tingkat akses yang lebih cepat dan mudah
membuat generasi ini lebih lincah dan cepat, meski terkesan pragmatis.
Jadi dapat disimpulkan jika generasi Z
adalah generasi digital. Mereka lahir dan tumbuh usai krisis global terjadi, di
mana pertumbuhan ekonomi sedang cepat dan lahirnya berbagai teknologi baru yang
jauh lebih cepat. Dengan hampir semua hal yang telah ada, secara tak langsung
membuat mereka menjadi lebih mudah dan sadar untuk merefleksikan diri untuk menjadi
apa di masa depan
2.2
Gagasan Konsep
Konsep
pendidikan etika yang tepat untuk saya
terapkan pada generasi alpha yang akan saya didik adalah menerapkan konsep
pendidikan etika demokratis. Pendidikan etika demokratis adalah sebuah
pendidikan yang mengutamakan karakter dan etika seorang peserta didik untuk
menghadapi tantangan globalisasi dan dilakukan secara hubungan demokratis.
Yaitu hubungan yang timbal balik dan saling mempengaruhi antara berbagai sub sistem
dalam sebuah sistem pendidikan etika. Dimana adanya ruang keterbukaan antara
pendidik dengan peserta didik untuk mengungkapkan pendapat mereka mengenai cara
maupun sistem pembelajaran pendidikan etika, selain itu juga dapat memberi
masukan antara pendidik kepada peserta didik maupun sebaliknya untuk mempererat
hubungan antara pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajarn etika.
Ada beberapa hal pokok yang terdapat
dalam pendidik etika demokratis yang harus diterapkan oleh pendidik kepada
peserta didik, yaitu :
1.
Membimbing dan memperbaiki sikap, etika,
dan moral peserta didik.
2.
Mengembangkang skill peserta didik lewat
pelajaran akademik maupun pelajaran non akademik.
3.
Proses kegiatan belajar mengajar tidak
hanya di dalam kelas, melainkan bisa langsung terjun ke lapangan.
4.
Mengembangkan jiwa sosial peserta didik.
Hal
pokok tersebut saya ambil dari kekurangan-kekurangan generasi alpha yang akan
saya didik nantinya. Membimbing etika peserta didik yang pertama adalah memberi
pengetahuan, kemudian lewat sebuah permainan interaktif baik di dalam ruangan
kelas maupun di luar ruangan kelas, baik individu maupun kelompok, peserta didik
harus dapat aktif dalam proses kegiatan permainan interaktif, yang di dalamnya
saya masukkan unsur-unsur kebersamaan, jiwa sosial, kerjasama, demokrasi
(mengungkapkan pendapat masing-masing) dan permainan interkatif tersebut selain
menggunakan media elektronik yang paling utama, juga menggunakan media non
elektronik seperti, membaca buku, berkomunikasi dengan orang, dll.
Pendidikan
etika demokratis tidak hanya mengedepankan kemampuan akademik, melainkan juga
kemampuan non akademik, seperti di bidang ekstrakulikuler sekolah, organisasi
sekolah, dll. Peserta didik harus mempunyai minimal 2 kegiatan di bidang non
akademik. Selain itu, penilaian tidak hanya berdasarkan hasil akademik tetapi
juga penilain sikap, moral dan etika peserta didik selama sekolah.
Pendidikan
etika demokratis ini juga melakukan kegiatan belajar mengajar di luar kelas,
seperti pendidik memberikan tugas kepada peserta didik untuk melakukan
wawancara dengan narasumber yang telah di tentukan oleh pendidik. Dengan
kegiatan tersebut diharapakan peserta didik dapat mengembangkan etika berbicara
kepda orang lain dan memilki jiwa sosial. Pendidik juga memberikan sebuah
projek kepada peserta didik baik individu maupun kelompok yang berisi tentang
pendidikan etika yang melibatkan kontak hubungan sosial dengan orang lain, baik
menggunakan media masa, media elektronik, maupun manual.
Konsep pendidikan ini tetap
menggunakan media elektronik karena hal tersebut adalah kelebihan generasi
alpha dalam menggunakan media elektronik dan menggunakan media-media yang lain
yang belum pernah peserta didik gunakan.
2.3
Kehandalan Gagasan
Konsep
pendidikan etika demokratis ini sangat baik diterapkan pada generasi alpha yang
pandai dan unggul dalam penguasaan media elektronik yang memiliki kekurangan
dalam hal kreatifitas dan hubungan sosial. Pendidikan etika demokratis tidak
hanya mengedepankan kemampuan akademik, melainkan juga kemampuan non akademik.
Peserta didik tidak dapat berkembang dan berlomba-lomba dalam era globalisasi
ini jika hanya mengandalkan kemampuan akademik, dalam dunai kerja di lapangan
banyak membutuhkan skill selain kemampuan akademik.
Pendidikan etika juga dikedepannya
mengingat generasi sekarang mengalami krisis etika dalam berhubungan dengan
orang lain. Dengan adanya pendidikan etika demokratis ini, masalah-masalah
tersebut dapat ditanggulangi dan diperbaiki, selain itu juga mendidik peserta
didik untuk siap terjun ke masyarakat dan dunia kerja nantinya.
Pendidikan etika demokratis ini memberikan kebebasan bagi
peserta didik untuk berpendapat mengani proses belajar apa yang merek inginkan
dan sukai, tetapi tetap tidak keluar dari konsep-konsep pendidikan etika
demokrasi.
Pendidikan ini juga menyeimbangkan antara kegiatan
akademik dan non akademik untuk perkembangan peserta didik. Melaui permainan
interaktif, outingclass, projek, dll.
2.4
Strategi Penerapan
1.
Membimbing dan memperbaiki sikap, etika,
dan moral peserta didik.
Seorang
pendidik tidak hanya murni memberikan imu akademik, namun juga memeberikan
nilai-nilaiyang penting untuk perkembangan peserta didik, seperti :
kedisiplinan, kepatuhan, kerjasama, dll.
2.
Mengembangkang skill peserta didik lewat
pelajaran akademik maupun pelajaran non akademik.
Sebagai
seorang pendidik dalam kegiatan belajar mengajar dapat memberikan tugas-tugas
tambahan yang merangsang kreatifitas peserta didik, baik tugas individu maupun
tugas kelompok, seperti memberikan tugas projek membuat sebuah benda hasil
kreatifitas dari penggunaan bahan bekas yang memilki nilai guna.
3.
Proses kegiatan belajar mengajar tidak
hanya di dalam kelas, melainkan bisa langsung terjun ke lapangan.
Pendidik
memberikan materi dil luar kelas (outing class) dengan materi apa yg sudah
diberikan dan di praktekkan dalam lapangan.
4.
Mengembangkan jiwa sosial peserta didik.
Peseta
didik dilatih untu dapat bersosialisasi dengan lingkungannya, baik lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pendidikan
etika sangat penting untuk diterapkan seorang pendidik dalam proses belajar
mengajar untuk mengembangkan karakter peserta didik. Mengingat peserta didik
jaman sekarang banyak yang mengalami krisis etika, hal itu dalah Pe Er dan
tugas baru bagi pendidik sekarang dan calon pendidik di masa mendatang.
Menjadi seorang pendidik harus mampu
mempunyai karakter yang baik, yang mana akan menjadi contoh dan teladan bagi
peserta didik. Selain itu, pendidik juga memiliki tugas untuk membina dan
memperbaiki moral peserta didik.
Kita sebagai pendidik maupun calon
pendidik harus kreatif dan inovatif dalam mengembangakn konsep pendidikan etika
yang tepat diterapkan pada generasi yang ada. Salah satu contohnya adalah
Pendidikan Etika Demokratis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar