Jumat, 28 April 2017

Rancangan Pendidikan Etika Demokrasi pada Peserta Didik


Abstrak


Negara Indonesia merupakan neraga yang menganut paham demokrasi, untuk merealisasikan bentuk praktek demokrasi di masyarakat Indonesia terutama di untuk peserta didik, baik di kalangan apapun, dalam usia berapapun dan perbedaan jender.  Hal tersebut menjadi keharusan seorang pendidik dan peran lembaga sekolah untuk memberikan pengetahuan dan wawasan tentang demokrasi di Idonesia, yang selanjutnya akan dipraktekkan langsung oleh peserta didik, baik dalam proses belajar mengajar di sekolah maupun  dalam interaksi dengan masyarakat. Dengan menerapkan sikap serta cara fikir peserta didik dalam melakukan  tindak-tanduk yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dengan orang lain.
Dalam dunia pendidikan di Indonesia, etika seorang peserta didik telah meredup terutama dalam hal penerapan sikap demokrasi di kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Bukan hanya peserta didik kalangan mahasiswa melainkan juga kalangan dari tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah atas. Pendidikan etika akhir-akhir ini terpinggirkan dari seorang pendidik, yang hanya mengejar kelulusan tinggi pada setiap ujian nasional.
Pendidikan etika demokrasi sangat penting diajarkan dalam dunia pendidikan oleh pendidik kepada peserta didik dan sejak sedini mungkin harus diperkenalka nilai-nilai dalam demokrasi kepada para peserta didik. Pendidikan etika demokrasi baik dicontohkan karena negara Indonesia sendiri menganut paham demokrasi yang berlandaskan pancasila. Supaya peserta didik dapat berinteraksi dengan masyarakat walau berbeda ras, agama, suku, kenyakinan dan lain-lain dengan memiliki tujuan yang sama.
Konsep rancangan pendidikan etika untuk peserta didik yang akan pendidik didik adalah menerapkan konsep pendidikan etika demokratisi. Pendidikan etika demokratsi adalah sebuah pendidikan yang mengutamakan karakter dan etika seorang peserta didik untuk menghadapi tantangan globalisasi dan dilakukan secara hubungan demokratis. Yaitu hubungan yang timbal balik dan saling mempengaruhi antara berbagai sub sistem dalam sebuah sistem pendidikan etika. Dimana adanya ruang keterbukaan antara pendidik dengan peserta didik untuk mengungkapkan pendapat mereka mengenai cara maupun sistem pembelajaran pendidikan etika demokrai, selain itu juga dapat memberi masukan antara pendidik kepada peserta didik maupun sebaliknya untuk mempererat hubungan antara pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran etika demokrasi.
Pendidikan etika sangat penting untuk diterapkan seorang pendidik dalam proses belajar mengajar untuk mengembangkan karakter peserta didik. Mengingat peserta didik jaman sekarang banyak yang mengalami krisis etika, hal itu dalah Pe Er dan tugas baru bagi pendidik sekarang dan calon pendidik di masa mendatang. Dengan adanya rancangan pendidikan etika demokrasi dari seorang pendidik kepada pendidik, diharapkan dapat mengembalikan nilai-nilai demokrasi Indonesia yang semakin memudar bahkan menghilang dari kehidupan peserta didik.
















BAB I
PENDAHULUAN


Dalam dunia pendidikan di Indonesia, etika seorang peserta didik telah meredup terutama dalam hal penerapan sikap demokrasi di kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Bukan hanya peserta didik kalangan mahasiswa melainkan kalangan dari tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah atas. Pendidikan etika demokrasi akhir-akhir ini terpinggirkan dari seorang pendidik, yang hanya mengejar kelulusan tinggi pada setiap ujian nasional.
Era globalisasi atmosfer kehidupan ini terdapat berbagi macam generasi disetiap jaman nya. Pendidikan etika demokrasi merupakan salah satu pendidikan yang harus diterapkan oleh pendidik kepada peserta didik dalam setiap generasi, terumatam  etika dalam berdemokrasi. Pendidikan etika harus menyesuaikan dengan siapa yang akan di didik oleh pendidik. Dalam teori generasi, terdapat berbagai macam generasi yang salah satunya adalah generasi alpha dan generasi emas di tahun 2045. Generasi tersebut juga dikatakan sebagai generasi internet karena setiap anak yang lahir akan mengetahui dan cepat menguasai sebuah teknologi.
Generasi ini adalah generasi terpintar sepanjang masa, dengan segala kemudahan akses teknologi.  Sering sekali generasi ini pandai dalam  hal tertentu tetapi tidak memiliki etika yang baik kepada orang lain, salah satu nya nilai-nilai yang terdapat dalam demokrasi. Mereka kurang memiliki semangat sosial antar manusia dan kurang dalam hal kreatifitas. Karena berpedoman hanya pada gajet dan memudahkan segala hal dengan menggunakan sebuah gajed.
Maka dari itu, untuk membentuk generasi yang lebih dari generasi sebelumya perlu adanya sebuah pendidikan, tidak hanya pendidikan formal saja melainkan harus ada pendidikan-pendidikan karakter lain untuk membuat sistem pendidikan yang baik diterapkan pada masanya. Salah satu pendidikan-pendidikan karakter yang dapat pendidik berikan kepada peserta didik adalah pendidikan etika demokrasi, pendidikan  yang dapat mendidik anak-anak supaya tidak antisosial dan kurang kreatif dalam bersikap demokrasi. Yaitu etika dalam berdemokrasi, sangat disayangkan apabila generasi terpintar sepanjang masa tidak memilki etika dalam berdemokrasi yang baik bahkan krisis etika. Sebagai pendidik generasi alpha serta generasi emas dan calon-calon pendidik nantinya harus mempunyai konsep mendidik generasi ini dengan konsep pendidikan etika yang tepat diterapkan pada generasi ini, salah satunya merancang pendidikan etika demokrasi dari sedini mungkin.
Negara Indonesia merupakan neraga yang menganut paham demokrasi, untuk merealisasikan bentuk praktek demokrasi di masyarakat Indonesia terutama di kalangan peserta didik, dalam usia berapapun dan jender.  Hal tersebut menjadi keharusan seorang pendidik dan peran lembaga sekolah untuk memberikan pengetahuan dan wawasan tentang demokrasi di Idonesia, yang selanjutnya akan dipraktekkan langsung oleh peserta didik, baik dalam proses belajar mengajar di sekolah maupun  dalam interaksi dengan masyarakat. Dengan menerapkan sikap serta cara fikir peserta didik dalam melakukan  tindak-tanduk yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dengan orang lain, maka dapat mengembalikan nilai-nilai demokrasi yang pudar bahkan menghilang dari kalangan para peserta didik.













BAB II
PEMBAHASAN


Pendidikan etika demokrasi sangat penting diajarkan dalam dunia pendidikan oleh pendidik kepada peserta didik dan sejak sedini mungkin harus diperkenalka nilai-nilai dalam demokrasi kepada para peserta didik. Pendidikan etika demokrasi baik dicontohkan karena negara Indonesia sendiri menganut paham demokrasi yang berlandaskan pancasila. Supaya peserta didik dapat berinteraksi dengan masyarakat walau berbeda ras, agama, suku, kenyakinan dan lain-lain dengan memiliki tujuan yang sama.
Kata etika berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang dalam bentuk tunggal adalah ethos yang mempunyai banyak arti, yaitu tempat tinggal yang biasa, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berfikir. Etika dimaknai sebagai ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang salah.
Pendidikan etika demokrasi tersebut harus diterapkan mengingat karakter peserta didik yang segala sesuatu hal nya selalu menggunakan kecanggihan alat teknologi informasi dan komunikasi serta memudarkan jiwa-jiwa demokrasi pada peserta didik. Peserta didik cenderung pasif dan tidak mau ikut campur terhadap hal-hal yang memerlukan hubungan sosialisasi langsung seperti demokrasi. Paham demokrasi yang telah ada sejak dulu di Indonesia jangan sampai pudar bahkan hilang dari kehidupan para peserta didik jaman sekarang dan masa depan.
Apalagi terdapat berbagai permasalahan pemuda Indonesia hanya persoalan sederhana mengenai pendemokrasian. Hal tersebut dapat melunturkan rasa kebersamaan antar sesama dan mencirikan Indonesia yang goyah akibat perkembangan jaman dan alat komunikasi yang semakin canggih tanpa diimbangani dengan nilai-nilai dan sikap-sikap di dalam demokrasi.
Menurut data dari yayasan The 2016 Kids Count Data Book, remaja sekarang memiliki kondisi yang lebih stabil meskipun pada nyatanya negara tempat mereka tinggal sedang mengalami krisis. Penelitian yang berlangsung pada tahun 2008 sampai 2014 ini juga menunjukkan mereka yang lahir setelah 1995 jauh lebih baik dalam bidang kesejahteraan, ekonomi, pendidikan, kesehatan, keluarga dan masyarakat namun memiliki kekurangan dalam hubungan sosial.
Berdasarkan keterangan WHO, remaja adalah orang yang berada pada rentang usia 10-19 tahun. Pada rentang usia tersebut, remaja biasanya tengah mencari jati diri. Menurut pakar informasi teknologi (IT), Nukman Luthfie, generasi millennial ini lahir ketika internet sudah mulai mewabah. Hal ini membuat generasi tersebut disebut-sebut sebagai generasi digital. Jika dibandingkan dengan generasi sebelumnya, remaja millennial ini memiliki hidup yang sangat digital.
Memang, pada kenyataannya saat ini sudah banyak remaja yang kreatif membuat konten sosial medianya menjadi menarik. Entah itu tutorial merias wajah, memasak, membuat prakarya, menampilkan hasil fotografi, atau memamerkan lagu terbaru.  Seluruh konten yang diunggah ke sosial media tersebut, kata Nukman, sama dengan artinya menyebarkan karya ke ruang publik. Makanya ada hal yang enggak boleh dilanggar, yaitu etikasosial.
Jika etika tersebut dilanggar, maka konsekuensi pun harus diterima, seperti dicaci dan dikucilkan. Hal lain yang tak boleh dilanggar adalah hukum.
Bermain sosial media juga harus paham hukum-hukum, seperti undang-undang pornografi dan ITE. Bagi Generasi Z, pendidikan dan gelar akademik merupakan hal penting. Banyak lulusan perguruan tinggi mendapat pekerjaan pada posisi menengah (middle income position). Penelitian ini pun juga menyimpulkan bahwa pendapatan mereka rata-rata US$ 10,66 per jam atau sekitar Rp 143.164 per jam. Jika dikalkulasikan selama delapan jam sehari dengan waktu libur dua hari sepekan, penghasilan mereka bisa mencapai rata-rata Rp 25 juta sebulan.
Hal tersebut sangatlah wajar, mengingat generasi ini lebih ramah terhadap teknologi, di mana mereka lahir dan besar di saat semua benda mengalami digitalisasi. Perkembangan informasi, cepat mendapatkan berita, bahkan media sosial adalah kebiasaan sehari-hari yang tak bisa dipisahkan. Dengan tingkat akses yang lebih cepat dan mudah membuat generasi ini lebih lincah dan cepat, meski terkesan pragmatis.
Generasi Alpha dan emas adalah generasi digital. Mereka lahir dan tumbuh usai krisis global terjadi, di mana pertumbuhan ekonomi sedang cepat dan lahirnya berbagai teknologi baru yang jauh lebih cepat. Dengan hampir semua hal yang telah ada, secara tak langsung membuat mereka menjadi lebih mudah dan sadar untuk merefleksikan diri untuk menjadi apa di masa depan.
Pendidikan menyongsong tahun 2045 fokus seharusnya membangun karakter Generasi Emas 2045 agar memiliki sikap positif, polapikir esensial, komitmen normative dan kompetensi abilitas dalam berdemokrasi. Ironisnya, pendidikan di Indonesia sungguh-sungguh masih jauh dari arah pembentukan karakter seperti itu. Bahkan boleh jadi belum ada konsep yang benar dan dipahami bersama. Fenomena yang ada ialah ketika pendidikan karakter disosialisasikan, semua pihak memang menyambut dengan antusias, namun masih banyak penafsiran beragam tentang sosok keilmuan karakter yang diharapkan itu. Banyak diskusi tentang karakter, namun pemahaman esensi masih belum dipahami.
Pemahaman konsep dan strategi pengembangan karakter seharusnya dilihat dari filosofi ideografis dan nomotetis. Filosofi ideografis merujuk kepada kemampaun individual, sedang filosofi nomotetis merujuk pada internalisasi nilai-nilai filsafat pendidikan Indonesia yakni Pancasila. Selama ini pendidikan di Indonesia fokus pada filosofi ideografis, sementara filosofi nonemottis hampir terabaikan. Akibatnya kehidupan berbangsa semakin rapuh, karena tujuan utama mereka adalah hanya untuk memperkaya diri sendiri. Ketika sedang menduduki posisi di pemerintahan yang dipikirkan adalah untuk memperkaya diri sendiri. Kehilangan filosofi nomotetis dari kehidupan berbangsa merusak pembangunan karakter Pancasila. Nilai Pancasila adalah acuan konsep, implementasi serta tujuan yang harus dicapai dalam kehidupan berbangsa. Pendidikan di Indonesia belum berhasil menghasilakan sumber daya manusia untuk siap mengabdi bahkan berkorban membangun bangsa yang besar, maju, jaya dan bermartabat.
Orientasi pendidikan bermutu di Indonesia diukur dari keberhasilan membangun dirinya sendiri, keluarganya atau kelompoknya. Keberhasilan secara individual atau kelompok tidak otomatis menjadi keberhasilan bangsa. Pendidikan harus mampu membangun karakter bahwa kepentingan bangsa lebih utama dibandingkan dengan kepentingan pribadi atau kelompok. Pembiaran ideografis menjadi determinan dalam pendidikan berpeluang menjadi ancaman bagi eksistensi NKRI.
Pembangunan karakter membutuhkan konsistensi, menyeluruh dan dalam waktu relatif lama. Berbagai kebijakan dan implementasi, baik oleh pemerintah di pusat, di daerah sampai di satuan pendidikan sungguh sangat jauh dari upaya pembentukan karakter yang diharapkan. Kebijakan, implementasi dan evaluasi mestinya tetap mengacu pada output karakter yang diharapkan. Artinya, kebijakan berkarakter, implementasi berkarakter dan evaluasi juga harus berkarakter. Pengerdilan konsep pendidikan karakter dalam kebijakan dan implementasi merupakan ancaman bagi eksistensi NKRI.
Karakter merupakan pendukung utama dalam pembangunan bangsa, kata Bung Karno. Beliau (Soedarsono, 2009:46) mengatakan: “Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter (character building). Karena character building inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju dan jaya serta bermartabat. Kalau character building tidak dilakukan, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli”. Dalam perspektif filosofis dikatakan bahwa education without character, this is sins the basis for misery in the world, The essence of education is to recognize truth. Let your secular education go hand in hand with spiritual education (Sathya, 2002:83)
Pendidikan karakter dapat dilakukan dengan dua pendekatan yakni pendekatan praktis dan pendekatan esensial. Pendekatan praktis melatihkan sifat-sifat yang diharapkan menjadi perilaku peserta didik. Pendekatan esensi menyiapkan kepribadian sebagai rumahnya karakter. Kemendikbud membuat desain pendidikan karakter dengan membuat daftar sifat-sifat yang harus diimplementasikan kepada peserta didik. Ada delapan belas sifat untuk pendidikan karakter dan sembilan sifat pendidikan anti korupsi.
Sukidi (2005:4) mengatakan bahwa fenomena krisis hidup (krisis karakter) tidak hanya semata-mata krisis intelektual dan moral, namun sedikit lebih dalam ke jantung persoalan bahwa krisis moral yang hampir merambah seluruh lini kehidupan kita, sebenarnya berasal dan bermuara pada krisis spiritual. Artinya krisis karakter tidak hanya sekedar kehilangan 18 sifat dan kehilangan 9 sifat seseorang menjadi koruptor. Pendidikan karakter jauh lebih mendasar yakni memfungsikan kecerdasan nurani (SQ). Karakter mewarnai seluruh perilaku. 
Konsep rancangan pendidikan etika untuk peserta didik yang akan pendidik didik adalah menerapkan konsep pendidikan etika demokratis. Pendidikan etika demokratis adalah sebuah pendidikan yang mengutamakan karakter dan etika seorang peserta didik untuk menghadapi tantangan globalisasi dan dilakukan secara hubungan demokratis. Yaitu hubungan yang timbal balik dan saling mempengaruhi antara berbagai sub sistem dalam sebuah sistem pendidikan etika. Dimana adanya ruang keterbukaan antara pendidik dengan peserta didik untuk mengungkapkan pendapat mereka mengenai cara maupun sistem pembelajaran pendidikan etika, selain itu juga dapat memberi masukan antara pendidik kepada peserta didik maupun sebaliknya untuk mempererat hubungan antara pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajarn etika.
Proses internalisasi etika dalam diri peserta didik tidak dapat dilakukan secara instan, namun melalui proses sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohani peserta didik. Proses internalisasi dimulai dengan pengenalan nilai-nilai di dalam keluarga oleh orangtua maupun sanak family yang serumah.
Teori perkembangan moral oleh Lawrence Kohlberg, menurutkan perkembangan moral menjadi tiga tahab dan setiap tahap ada dua peringkat. Susunan peringkat itu adalah sebagai berikut:
1.    Tahap Pertama (Prekonvensional)
Dalam tahab ini ada dua peringkat yang dilalui, yaotu orientasi ketaatan dan saknsi. Orinetasi ketaatan terjadi apabila peserta didik belajar melakukan perbuatan yang baik dan tidak lagi melakukan perbuatan yang tidak baik. Sementara untuk sanksi sendiri berorientasi pada asas dan instrumentasi, peserta didik belajar bahwa jika ia melakukan perbuatan baik, berarti dia melakukan sesuatu yang dapat diterima lingkungannya dan tidak akan mendapatkan hukuman
2.    Tahap Kedua (Peringkat Konvensional)
Nilai-nilai yang menjadi alasan untuk berbuat baik diterima sebagia nilainya untuk memnuhi kehendak orangtua serta lingkungannya. Dengan car itu ia dapat diterima di dalam kehidupan bermasyarakat. Peserta didk menyadari bahwa ia berada dalm suatu lingkungan sosial budaya masyarakat yang memiliki tat nilai, aturan serta adat yang mengatur perilaku masyarakat, sekalipun di dalam kehidupan keluarganya ada nila-nilai dan tata aturan tertentu yang hasrus ditaati. Pada tahab ini peringkat yang dilaui adalah berorientasi pada interpersonal, dimana anak harus dapat menempatkan diri dalam berperan interpersonal didasari pada nilai-nilai dan tat aturan yangb ditetapkan di dalam lingkungan sosial bduaya tertentu masyarakatnya.
3.    Tahab Ketiga (Post-Konvensional)
Pada tahap ini sesorang tidak lagi hanya menerima dan melakukan, tetapi juga mencoba untuk mengkaji dan mengkritisi dari sudut pandang tertentu yang ia kembangkan. Peringkat yang berorientasi kontrak sosial dan peringkat berorientasi pada prinsip etika universal ada kontral sosial yang tidak tertulis da nada yang tertulis yang diminta oleh sekelompok warga.

Ada beberapa hal pokok yang terdapat dalam pendidik etika demokratis yang harus diterapkan oleh pendidik kepada peserta didik, yaitu:
1.        Membimbing dan memperbaiki sikap, etika, dan moral demokrasi peserta didik.
2.        Mengembangkang skill peserta didik lewat pelajaran akademik maupun pelajaran non akademik.
3.        Proses kegiatan belajar mengajar tidak hanya di dalam kelas, melainkan bisa langsung terjun ke lapangan.
4.        Mengembangkan jiwa sosial peserta didik.

Hal pokok tersebut  diambil dari kekurangan-kekurangan generasi alpha dan emas  yang akan dididik nantinya. Membimbing etika peserta didik yang pertama adalah memberi pengetahuan, kemudian lewat sebuah permainan interaktif baik di dalam ruangan kelas maupun di luar ruangan kelas, baik individu maupun kelompok, peserta didik harus dapat aktif dalam proses kegiatan permainan interaktif, yang di dalamnya disertakan unsur-unsur kebersamaan, jiwa sosial, kerjasama, demokrasi (mengungkapkan pendapat masing-masing) dan permainan interkatif tersebut selain menggunakan media elektronik yang paling utama, juga menggunakan media non elektronik seperti, membaca buku, berkomunikasi dengan orang, dll.
Pendidikan etika demokratis tidak hanya mengedepankan kemampuan akademik, melainkan juga kemampuan non akademik, seperti di bidang ekstrakulikuler sekolah, organisasi sekolah, dll. Peserta didik harus mempunyai minimal 2 kegiatan di bidang non akademik. Selain itu, penilaian tidak hanya berdasarkan hasil akademik tetapi juga penilain sikap, moral dan etika peserta didik selama sekolah.
Pendidikan etika demokratis ini juga melakukan kegiatan belajar mengajar di luar kelas, seperti pendidik memberikan tugas kepada peserta didik untuk melakukan wawancara dengan narasumber yang telah di tentukan oleh pendidik. Dengan kegiatan tersebut diharapakan peserta didik dapat mengembangkan etika berbicara kepda orang lain dan memilki jiwa sosial. Pendidik juga memberikan sebuah projek kepada peserta didik baik individu maupun kelompok yang berisi tentang pendidikan etika yang melibatkan kontak hubungan sosial dengan orang lain, baik menggunakan media masa, media elektronik, maupun manual.
Konsep pendidikan ini tetap menggunakan media elektronik karena hal tersebut adalah kelebihan generasi alpha dan generasi emas dalam menggunakan media elektronik dan menggunakan media-media yang lain yang belum pernah peserta didik gunakan. Konsep pendidikan etika demokratis ini sangat baik diterapkan pada generasi yang pandai dan unggul dalam penguasaan media elektronik yang memiliki kekurangan dalam hal kreatifitas dan hubungan sosial.
Pendidikan etika demokratis tidak hanya mengedepankan kemampuan akademik, melainkan juga kemampuan non akademik. Peserta didik tidak dapat berkembang dan berlomba-lomba dalam era globalisasi ini jika hanya mengandalkan kemampuan akademik, dalam dunai kerja di lapangan banyak membutuhkan skill selain kemampuan akademik.
Pendidikan etika juga dikedepannya mengingat generasi sekarang mengalami krisis etika dalam berhubungan dengan orang lain. Dengan adanya pendidikan etika demokratis ini, masalah-masalah tersebut dapat ditanggulangi dan diperbaiki, selain itu juga mendidik peserta didik untuk siap terjun ke masyarakat dan dunia kerja nantinya. Pendidikan etika demokratis ini memberikan kebebasan bagi peserta didik untuk berpendapat mengani proses belajar apa yang merek inginkan dan sukai, tetapi tetap tidak keluar dari konsep-konsep pendidikan etika demokrasi. Pendidikan ini juga menyeimbangkan antara kegiatan akademik dan non akademik untuk perkembangan peserta didik. Melaui permainan interaktif, outingclass, projek, dll.

Strategi penerapan untuk pendidikan etika demokrasi sebagai berikut:
1.    Membimbing dan memperbaiki sikap, etika, dan moral peserta didik.
Seorang pendidik tidak hanya murni memberikan imu akademik, namun juga memeberikan nilai-nilaiyang penting untuk perkembangan peserta didik, seperti : kedisiplinan, kepatuhan, kerjasama, dll.
2.    Mengembangkang skill peserta didik lewat pelajaran akademik maupun pelajaran non akademik.
Sebagai seorang pendidik dalam kegiatan belajar mengajar dapat memberikan tugas-tugas tambahan yang merangsang kreatifitas peserta didik, baik tugas individu maupun tugas kelompok, seperti memberikan tugas projek membuat sebuah benda hasil kreatifitas dari penggunaan bahan bekas yang memilki nilai guna.


3.    Proses kegiatan belajar mengajar tidak hanya di dalam kelas, melainkan bisa langsung terjun ke lapangan.
Pendidik memberikan materi dil luar kelas (outing class) dengan materi apa yg sudah diberikan dan di praktekkan dalam lapangan.
4.    Mengembangkan jiwa sosial peserta didik.
Peseta didik dilatih untuk dapat bersosialisasi dengan lingkungannya, baik lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.

Rancangan pendidikan etika demokrasi tersebut harus mempunyai indikator oleh pendidik dalam setiap penerapannya. Memberitahu mengenai seluk beluk tentang demokrasi dan dampak-dampak beserta aplikasi dalam kehidupan sehari-hari bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Dan, peserta didik juga dituntuk untuk melakukan interaksi dan aktif dalam proses pendidikan yang diberikan oleh pendidiknya.

















BAB III
PENUTUP


Pendidikan etika sangat penting untuk diterapkan seorang pendidik dalam proses belajar mengajar untuk mengembangkan karakter peserta didik. Mengingat peserta didik jaman sekarang banyak yang mengalami krisis etika, hal itu dalah Pe Er dan tugas baru bagi pendidik sekarang dan calon pendidik di masa mendatang.
Menjadi seorang pendidik harus mampu mempunyai karakter yang baik, yang mana akan menjadi contoh dan teladan bagi peserta didik. Selain itu, pendidik juga memiliki tugas untuk membina dan memperbaiki moral peserta didik.
Kita sebagai pendidik maupun calon pendidik harus kreatif dan inovatif dalam mengembangakn konsep pendidikan etika yang tepat diterapkan pada generasi yang ada. Salah satu contohnya adalah Pendidikan Etika Demokratis.
            Dengan adanya rancangan pendidikan etika demokrasi dari seorang pendidik kepada pendidik, diharapkan dapat mengembalikan nilai-nilai demokrasi Indonesia yang semakin memudar bahkan menghilang dari kehidupan peserta didik. Karena adanya pengaruh perkembangan era globalisasi terhadap kemudahan dan kecanggihan dalam mengakses suatu hal melalui alat informasi dan komunikasi. Selain peran dari seorang pendidik, harus ada peran dari lembaga pendidikan, pemerintah dan masyarakat dalam rangka mendukung dan memudahkan proses pendidikan etika demokrasi kepada peserta didik.
            Pendidik, pemerintah dan masyarakat harus bisa memberikan contoh etika demokrasi dengan baik dan benar, sehingga dengan adanya dukungan dari lingkungan sekitar peserta didik, peserta didik dapat mencontoh dan menyesuaikan dengan lingkungan, selain itu juga akan menanamkan jiwa yang apila tidak sesuai dengan apa yang di lingkungan masyarakat, hal tersebut adalah emnyimpang dan akan mendapatkan sanksi sosial.








1 komentar: